Saturday, May 25, 2013

Bakti dan Afeksi


"Dek, kamu baru boleh punya pacar setelah Bulan Oktober."

Alasan eksplisitnya hanya satu; supaya aku fokus pada akademik ku,
tapi jauh di dasar pemikiran beliau aku percaya, alasannya hanya satu--sama seperti yang beliau katakan dulu;

"Papi tidak mengizinkan kamu pacaran karena papi hanya takut kamu terluka, nak."



***

Bulan Mei tanggal dua puluh lima, Malam Minggu pertama;
kami habiskan untuk mendiskusikan permintaan--perintah--ayahku.
dia menatapku, membiarkan aku berbicara.
dia mencoba memahami situasi ini, kami terjebak tak bisa bergerak.

Bagiku semua sama saja--pacaran atau tidak pacaran.
"Aku menginginkan afeksi."
Kalau memang itu yang kamu inginkan, aku bisa memberi.
"Ya sudah kita akhiri, tetapi kisah kita tidak berhenti di sini."
Kalau itu bisa membuat mu senang, aku pun demikian.


Aku ingin konfirmasi, kesimpulannya aku tetap memberi afeksi dan insya Allah hanya kamu yang aku beri afeksi.

dia bertanya.
Aku hanya bertanya pada Tuhanku, bagaimana bisa Allah mengirimkan pria sebaik dia untuk ku. Aku mengkonfirmasi dengan syukur.

"Aku bersyukur bisa bertemu dengan mu, dan aku bersyukur kamu yang aku izinkan masuk ke dalam. Aku tidak menyesal sedikitpun. Aku tidak menyesal jika memang aku harus jatuh ke dalam. Selamat datang Oktober."

Aku senang jika kamu memang senang.
"Jauh di dasar sana, apa yang kamu rasakan? Jangan pedulikan aku ketika aku bertanya begini, tolong."
Jujur aku sedikit ragu.
"Ragu bagaimana?"
Apakah kamu akan tetap ada?
"Hanya itu keraguan mu, atau masih ada?
Apa ada hal lain yang perlu diragukan?
"Tidak. Jika memang hanya itu, satu jawabku; jika kamu selalu ada, aku akan tetap ada."

Malam semakin menunjukkan gulitanya,
rintik hujan basahi kota Yogyakarta,
kami berbonceng naik kendaraan roda dua, pulang dengan senandung tetap mengiringi perjalanan--bersuka cita.


***

Sepanjang jalan kenangan, kita selalu bergandeng tangan.
Sepanjang jalan kenangan, kau peluk diriku mesra.
Hujan yang rintik-tintik di awal bulan itu, menambah nikmatnya malam syahdu..


Entah mengapa lagu itu terasa mengena.
Aku tidak ingin lepas, tapi harus.

dia meyakinkan aku bahwa kelak aku adalah nomor satu,
dan tidak ada nomor berikutnya.
dia akan tetap menyayangiku sebagaimana mestinya,
dia tidak akan berubah.
dia akan terus berusaha untuk ada,
hingga dia kehabisan daya dan upaya untuk bisa.
dia membuatku tenang dengan keputusan akhir.
aku semakin yakin dengannya.

Aku senang dengan pertemuan kali ini,
aku tetap berbakti dan tidak kehilangan orang yang aku sayangi.
Rasa senangku melebihi segala yang aku rasakan setelah delapan belas Mei.
Aku bersyukur dia bisa memahami situasi seperti sekarang ini.

"...aku ingin melindungi hati ku. bagaimanapun bentuknya, ini adalah yang tersisa dan ini yang aku miliki--dan inginku ini untuk mu..."

Aku berharap dia bahagia dari keseluruhan hati. Karena hanya itu yang membuatku tersenyum tanpa habis hingga entah kapan nanti.


Maaf dan terimakasih.

No comments: